بسم الله الرحمن الرحيم
Hari Jumat lalu, ada sebuah penelitian sosial yang menarik di Bandung. Namanya Angkot Day.
Ini adalah penelitian sosial yang berkaitan dengan keadaan transportasi di kota Bandung dan khususnya membahas masalah kemacetan dan hubungannya dengan angkutan umum, dalam hal ini angkot.
Bagi yang mau tahu silahkan tonton videonya dan baca selengkapnya di
angkotday.info :)
Masalah utama dalam transportasi di Indonesia yaitu masih banyaknya penggunaan kendaraan pribadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan kota lainnya. Dan masalah ini menjadi masalah serius khususnya di kota Bandung karena wilayahnya yang agak sempit dibandingkan kota-kota besar lain.
Sebenarnya akar permasalahan ini adalah, karena angkot dianggap tidak efisien, boros, dan tidak nyaman. Jauh dari angkutan umum yang ada di negara maju. Memang dengan pengelolaan yang baik, sarana transportasi umum tersebut dapat dikatakan menjadi moda transportasi andalan yang dapat mengurai kemacetan.
Nah, kita dapat lihat permasalahan ini dari dua persepsi berbeda,
Pertama, dari kacamata masyarakat
Menurut mereka, angkot dianggap tidak efisien karena harus naik angkot berbeda untuk menuju ke tempat tertentu karena trayek angkot yang terbatas.
Selain itu ongkos naik angkot masih lebih mahal daripada naik kendaraan pribadi. Misal, angkot jarak 2 km seharga Rp 1500. Jika naik motor misalnya, anggap 1 liter bensin dapat habis untuk 15 km. Jadi biaya untuk konsumsi bensin sekitar 6000*2/50=Rp 240. Kurang dari seperlimanya, kan.
Ditambah lagi kebiasaan angkot yang suka ngetem dan berhenti sembarangan. Juga cara menyetir yang kadang ugal-ugalan, serta kondisi di dalam angkot sendiri seperti penumpang yang merokok sehingga mengganggu penumpang lain juga turut menyumbang makian pada angkot itu sendiri.
Ini selain berdampak pada turunnya minat masyarakat pada angkot, juga memiliki pengaruh sosiologis yang besar pada sopir dan pengelola angkot. Kalau sudah dimaki orang akan malas dan sulit berbenah, kan.
Dan yang kedua, dari kacamata pengelola dan sopir angkot
Sebenernya, tuduhan yang dilancarkan oleh masyarakat pada angkot tidak sepenuhnya salah angkot. Memang, salah satu kesalahannya yaitu mengelola fasilitas publik secara privat/perseorangan. Karena itulah pengelola hanya mengedepankan mencari keuntungan daripada melakukan manajemen yang nyaman dan aman pada angkot.
Juga dalam pengelolaannya modal dan omzet yang dimiliki pengelola juga terbatas. Hal inilah yang menyebabkan fasilitas angkot tidak kunjung mengalami perbaikan, baik dalam hal sistem setoran, mobil angkutan, juga pengelolaannya.
Selain itu seperti yang telah disebutkan, faktor kepercayaan yang sudah menurun membuat pengelola enggan melakukan perbaikan.
"Daripada sudah susah diperbaiki tapi tetep ga ada yang naik, mending ga usah"
Nah, karena ada perbedaan persepsi antar keduanya itulah ada hubungan yang pasif antara keduanya :
masyarakat menunggu angkot berbenah agar mau beralih ke angkot, sementara angkot sendiri menunggu masyarakat beralih agar ada modal untuk melakukan perbaikan.
Karena itulah harus ada yang menjembatani kedua kepentingan ini, dan telah diwujudkan dalam bentuk
Angkot Day ini. Tujuan Angkot Day yaitu mencari tahu tingkat penggunaan angkot, sistem setoran, sekaligus mengkampanyekan angkot tertib, aman, dan nyaman (sekaligus gratis hehe :v) agar masyarakat dapat mengubah mindsetnya tentang angkot.
Lalu, apakah tujuan ini akan berhasil? Semoga